‘Aisyah bint Syathi: Mufassirah Pertama Abad Modern-Kontemporer

Siapakah mufassirah pertama yang menafsirkan al- Qur'an di abad modern-kontemporer?

Terdapat pertanyaan mendasar terkait wanita pertama yang menafsirkan al-Qur’an di abad modern-kontemporer. Banyak anggapan bahwa Amina Wadud ialah mufassirah pertama di abad modern-kontemporer dengan karyanya yang berjudul “Qur’an and Woman: Rereading The Sacred Text from a woman’s Perspective” yang terbit pada tahun 1999 dan diterbitkan oleh Oxford University Press dengan jumlah145 halaman.

Namun, ternyata terdapat sosok wanita yang jauh lebih dahulu menulis sebuah karya tafsir yaitu ‘Aisyah bin ‘Abd al- Rahman atau yang lebih mashur dikenal dengan Bintu Syathi dengan karyanya yang berjudul al- Tafsir al- Bayan li al-Qur’an al- Karim yang terbit pada tahun 1962 oleh penerbit Dar al- Ma’arif yang tersusun atas dua jilid dan berjumlah 500 halaman. [1]

Biografi ‘Aisyah bint Syathi

Prof. Dr. ‘Āishah ‘Abd al-Raḥmān adalah salah satu tokoh dalam bidang tafsir al-Qur’an dan sastra. Ia lebih dikenal dengan nama Bint al-Shāṭi’. Sosok wanita alim dan produktif. Lahir di kota Dimyat, sebuah kota Pelabuhan di Delta Sungai Nil, Bagian Utara Mesir, pada tanggal 6 November 1913 M, bertepatan dengan tanggal 6 Dzulhijjah 1331 H, dari pasangan Shaykh Muḥammad ‘Alī ‘Abd al-Raḥmān dan Farīdah ‘Abd al-Salām Muntaṣir. Ia hidup ditengah-tengah keluarga yang agamis, mapan, dan berpendidikan. Shaykh Ibrāhīm ad-Damhūjī al-Kabīr, kakek dari garis keturunan sang ibu merupakan salah satu ulama besar Azhar.[2]

Sejak usia dini, ‘Aisyah telah berhasil menghafalkan al-Qur’an di sekolah khusus Al-Qur’an yang bernama al-Katatib yang sangat terkenal pada masa itu. Sedangkan dalam pembelajaran fiqh dan sastra, ia mendapatkan pengajaran langsung dari ayahnya. ‘Aisyah pernah menuturkan kisahnya bahwa kebahagiaan yang amat luar biasa ia diberikan seorang ayah yang cerdas, shalih, suri tauladan dan penyejuk hati. [3]

Mengenai perjalanan akademiknya, ‘Aisyah termasuk wanita yang memiliki keberuntungan besar, sebab dimana wanita pada masanya sedikit sekali yang dapat melanjutkan dan mengeyam pendidikan hingga bagku kuliah, terlebih hingga jenjang studi doktoral. Namun, ‘Aisyah mampu menyelesaikan pendidikan magisternya pada tahun 1941 di Universitas Ain Syams pada program studi bahasa dan sastra Arab.

Fakta menariknya adalah ‘Aisyah menikah dengan Amin al- Khulli yang menjadi gurunya, sehingga selain menjadi sosok guru, motivator, Amin al- Khulli menjadi pendamping ‘Aisyah yang banyak sekali memberikan dampak pada cara berfikir dan metode penafsiran yang ia tuliskan. Sehingga, pada tahun 1950 ‘Aisyah dapat menyelesaikan disertasinya dan diuji oleh Taha Husein seorang penyair dan pakar sastra Arab sekaligus rektor Universitas Alexandria Mesir.

Karya Intelektual

Karya-karya Bint al-Syathi yang berkaitan dengan kajian Al-Quran antara lain adalah Al-Tafsir al-Bayani li al-Quran al-Karim, Maqal fi al-Insan, Al-Qur’an wa al-Tafsir al-Ashriy, Al-I’jaz al-Bayani li al-Qur’an, Al- Syakhshiyyah al-Islamiyyah; Dirasah Quraniyyah. [4] Sebagai pembela hak-hak perempuan, bintu Syathi juga menulis beberapa karya terkait hak-hak perempuan diantaranya yaitu The (woman) Loser, The Lost Woman, The (woman) Stranger, The Rebellious, The Dreamer, The Innocent, The Sad, How Do Our (male) Literary Figures View Wo-men?, The Image of Women in our Literature, We Are No More Evil than Men, dan Will a Women Become a Shaykh in al-Azhar?. [5]

Metodologi Tafsir al- Bayani li al- Qur’an al- Karim

Dalam  kitab  al-Tafsir  al-Bayani  Lil  Qur’anil  Karim, sumber penafsiran yang digunakan oleh ‘Aisyah bint Syathi yaitu tafsir bi al-Ra’yi. Karena, Bintu  Syathi’  banyak  merujuk  kepada  pendapatnya Zamaksary dalam kitab Tafsir al-Kasysyaf dan Abu Hayyan dalam tafsirnya al-Bahr al-Muhith, bisa kita lihat dalam mukaddimahnya secara metodologi beliau mengikuti sang guru dan juga sebagai suaminya, Amin al-Khulli. Serta beliau juga mengadopsi beberapa gaya Mustafa Shadiq ar-Rafi’i meski hanya sedikit.

Terkait metode penafsiran, bisa kita lihat bahwa secara jelas pada tafsirnya ia memperlihatkan bahwa metode yang ia gunakan dalam kitab Tafsir al bayan al-tafsir menggunakan metode maudhu’i, tafsir tersebut membicarakan satu tema dengan mekanisme mengumpulkan  ayat-ayat  yang  terkait. Serta beliau juga mengadopsi beberapa gaya Mustafa Shadiq ar-Rafi’i meski hanya sedikit. Kemudian terkait corak penafsiran tafsir al-Bayan li al-Qur’an al-Karim ini yaitu bercorak al- Adabi yaitu corak tafsir yang berusaha menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an dengan menguraikan aspek kebahasaan dari pada pesan pokok dari ayat-ayat yang di tafsirkan. [6]

Sikap ‘Aisyah bint Syathi terhadap Tafsir Saintifik

Meskipun ia hidup di era modern, namun ‘Aisyah termasuk kedalam tokoh yang menolak keras tafsi saintifik yang mana ia terpangaruh oleh suaminya yaitu Amin al-Khulli yang tidak sepakat pula terhadap tafsir saintifik. Penolakan nya ini ia tulis secara khusus dalam karyanya yang berjudul “al-Qur’an wa al-Tafsir al-Asri.

Kemudian, ia menolak pula pandangan tafsir saintifik sari seorang dokter yang bernama Mustafa Mahmud yang tertuang dalam karyanya yang berjudul “al-Qur’an Muhawalah li Fahm ‘Asri”. Begitu juga terdapat karyanya yang menolak teori evolusi dari seorang Mustafa Mahmud yang tertuang dalam karyanya yang berjudul “’Aisyah al-Qur’an wa Qadaya al-Insan”. [7]

Daftar Pustaka

‘Aisyah bint Syathi, t.th. al- Tafsir al- Bayani li al-Qur’an al- Karim, (Kairo: Dar al-Ma’arif)

Amalia, N. N., & Lum’ah, D. D. (2023). Tafsiran Lafadz Khusyu’Perspektif Aisyah Bintu Syathi’(Tinjauan Kitab al-Tafsir al-Bayani Lil Qur’anil Karim). Al-Fahmu: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir2(2), 176-185.

Retno Prayudi & Abd. Hamid, 2023. Wanita ahli Tafsir abad Modern, (Sukabumi: CV Haura Utama)

Thohari, F. B. (2016). ‘Āishah ‘Abd al-Raḥmān bint al-Shāṭi’: Mufasir Wanita Zaman Kontemporer. Dirosat Journal of Islamic Studies1(1), 87-99.

Wardah, M. (2018). BINT AL-SYATHI’DAN METODE PENAFSIRANNYA (Studi Atas Kitab Tafsir al-Bayani Li al-Qurán al-Karim). KAJIAN PENDIDIKAN DAN KEISLAMAN10(2), 220-235.


[1] ‘Aisyah bint Syathi, t.th. al- Tafsir al- Bayani li al-Qur’an al- Karim, (Kairo: Dar al-Ma’arif)

[2] Thohari, F. B. (2016). ‘Āishah ‘Abd al-Raḥmān bint al-Shāṭi’: Mufasir Wanita Zaman Kontemporer. Dirosat Journal of Islamic Studies1(1), 87-99.

[3] Retno Prayudi & Abd. Hamid, 2023. Wanita ahli Tafsir abad Modern, (Sukabumi: CV Haura Utama) hal. 82

[4] Wardah, M. (2018). BINT AL-SYATHI’DAN METODE PENAFSIRANNYA (Studi Atas Kitab Tafsir al-Bayani Li al-Qurán al-Karim). KAJIAN PENDIDIKAN DAN KEISLAMAN10(2), 220-235.

[5] https://suaraaisyiyah.id/aisyah-bintu-syathi-perempuan-pelopor-tafsir-modern  

[6] Amalia, N. N., & Lum’ah, D. D. (2023). Tafsiran Lafadz Khusyu’Perspektif Aisyah Bintu Syathi’(Tinjauan Kitab al-Tafsir al-Bayani Lil Qur’anil Karim). Al-Fahmu: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir2(2), 176-185.

[7] Retno Prayudi & Abd. Hamid, 2023. Wanita ahli Tafsir abad Modern, (Sukabumi: Cv: Haura Utama) hal. 93

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *