Dalam memahami makna mendalam dari ayat-ayat al-Quran, diperlukan pernafsiran yang mendekati nilai kebenaran sesuai dengan maksud yang diingin kan Allah swt. Al-Quran memiliki kelebihan berupa kekayana makna dari kalimat-kalimat yang dipilih dan digunakan dalam menyampaikan pesan-pesan Tuhan kepada para pembacanya. Namun demikian, bukan berarti Al-Quran dapat ditafsirkan sesuai kehendak dan pemahaman pembacanya. Tetap ada koridor maupun kaidah tertentu yang digunakan sebagai landasan dasar dalam menafsirkan Al-Quran.
Untuk itulah para ulama menghimpun sebuah cabang dalam ilmu tafsir yang membahas khusus kaidah-kaidah yang berlaku tersebut dan diberi nama qowaid tafsir. Namun apa itu qowaid tafsir serta bagaimana urgensinya?
- Qowaid
Kaidah-kaidah tafsir asalnya adalah terjemah dari kata Bahasa Arab قواعد التفسير yang berasal dari dua suku kata yaitu Qawaid dan Al Tafsir. Qawaid sendiri adalah bentuk plural atau jamak dari Qaidah (َقاعدة) yang secara bahasa berarti pondasi. Raghib al Asfahani (dalam Haririe, dkk: 2024) menyebutkan القاعدة من البناء : أساسه“Kata kaidah, dalam konteks sebuah bangunan adalah pondasinya.” Makna ini selaras dengan makna Qawaid pada surat Al Baqarah 127. Allah S.W.T. berfirman,
﴿وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ١٢٧﴾ [البقرة: 127]
Artinya: “Ingatlah, ketika Ibrahim meninggikan pondasi-pondasi rumah Allah bersama Ismail
seraya berdoa: “Wahai Tuhan kami terimalah daripada kami amalan kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Al=Wahidi (dalam Haririe, dkk: 2024) menyebutkan arti dari Al-Qawāid di dalam ayat tersebut adalah (أصول الأساس) atau pondasi-pondasi asas. Secara ringkas arti kaidah secara bahasa adalah asas atau pondasi. Atau dengan istilah lain, sesuatu di mana sesuatu yang lain dibangun di atasnya. Kalau diianalogkan dengan bangunan, maka Qaidah bagaikan pondasi dari sebuah bangunan (dalam Haririe, dkk: 2024).
Sementara dari segi terminologis, Al-Sabt (dalam Haririe, dkk: 2024) menyampaikan terdapat banyak definisi di kalangan para ahli. Antara lain, makna qoidah adalahحكم كلي يتعرف به على أحكام جزئياته “Hukum umum yang digunakan untuk mengidentifikasi hukum-hukum rinciannya.”
- Tafsir
Adapun makna tafsir menurut Al-Dzahabi (dalam Haririe, dkk: 2024)berasal dari kata (فسّر – يفسّر – تفسيرا) yang artinya (الإضاح والتبيين) penjelasan dan penerangan. Fairuz Abadi (dalam Haririe, dkk: 2024) menyebut makna tersebut selaras dengan makna akar kata Fassara yang berasal dari (الفسر) yang artinya (الإبانة وكشف المعطي) penjelasan dan menyingkap yang tertutup.
Makna ini selaras dengan ayat Alquran surat Al-Furqan ayat 33:
﴿وَلَا يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلَّا جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا٣٣﴾ [الفرقان: 33]
Artinya: “Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang permisalan, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.
As Sa’di (dalam Haririe, dkk: 2024) menjelaskan bahwa makna wa ahsana tafsira dalam ayat tersebut adalah;
مبيّن للمعاني بيانا كاملا
“Menjelaskan makna-makna dengan penjelasan yang sempurna.”
- Qowaid Al Tafsir
Di antara definisi kaidah tafsir yang populer adalah definisi yang diutarakan oleh Khalid ibn Utsman Al Sabt (dalam Haririe, dkk: 2024):
الأحكام الكليّة الّتي يتوصل بها الى استنباط معاني القرآن العظيم ومعرفة كيفية الاستفادة منها
“Aturan-aturan umum yang digunakan untuk mengantarkan kepada Istimbat makna-makna Alquran al-Adzhim dan pengetahuan tentang cara menerapkannya.”
Pada dasarnya definisi tersebut bukanlah satu-satunya definisi kaidah tafsir yang bersifat mutlak. Dengan merujuk dari pembahasan dan definisi di atas, maka bisa disimpulkan bahwa kaidah-kaidah tafsir adalah hukum dan aturan umum tafsir yang mencakup rincian hukumnya yang digunakan para mufasir sebagai upaya pendekatan dalam
menafsirkan Al-Qur’an untuk menyingkap makna dan maksud ayat sebagaimana yang diinginkan oleh Allah swt.
Menurut ‘Ali Iyazi, kaidah tafsir adalah ما يحتاج إليه المفسر “sesuatu yang dibutuhkan oleh seorang mufassir”. Dalam bahasa Inggris, kata kaidah yang lebih tepat diartikan dengan principles (prinsip-prinsip), berbeda dengan metode yang berarti cara (al-thariqah), dalam bahasa Indonesia biasa dikenal dengan “pendekatan”. Karena itu, Iyazi membedakan antara qoidah dengan manhaj. Kalau manhaj menurut Iyazi adalah المسلك الذي يسلك اليه المفسر “jalan yang ditempuh oleh seorang mufassir”. Kaidah juga berbeda dengan dhabth (definisi) (Haririe, dkk: 2024).
- Urgensi Kaidah Tafsir
Alquran menurut Al-Zarkasy (dalam Haririe, dkk: 2024) seperti lautan yang dalam, memahaminya adalah ketelitian, tidak akan sampai pada kedalaman memahaminya kecuali dengan luasnya pengetahuan yang dimilikinya, memiliki ketaqwaan kepada pemiliknya. Namun menurut M. Qurasih Shihab (dalam Haririe, dkk: 2024) ada hal yang sangat penting diperhatikan bila hendak menafsirkan Alquran, yakni mengenai pola interaksi dengan Alquran. Interaksi yang dibangun Alquran meliputi hubungan timbal balik di antara keduanya. Karena itulah menjadi penting untuk diperhatikan bila ingin menafsirkan Alquran.
Kaidah memiliki peran penting membantu para penafsir Alquran dalam menjelaskan makna dan kandungan Alquran. Bahkan karena begitu pentingnya, Muhammad Jamal al-Din al-Qasimi menyimpan teori kaidah-kaidah penafsiran pada jilid pertama dari rangkaian kitab Tafsir Mahasin al-Ta’wil. Hal itu disebabkan adanya keinginan dari pihak penulis agar para pembaca tafsir yang disajikan terlebih dahulu standar yang beliau kemukakan di awal, sehingga tetap memberikan petunjuk teoritis mengenai pijakkan dalam menafsirkan Alquran.
Secara ontologis, eksistensi qowaid tafsir difahami sebagai sebuah ketetapan-ketetapan yang dengannya para mufassir Alquran akan terbantu dalam memahami dan memberikan kandungan-kandungan yang dimiliki Alquran serta dengan kapasitas keilmuan yang dimilikinya- mufasir mampu menjelaskan apa yang musykil dari kandungan ayat-ayatnya. Karena itulah qawaid tafsir Alquran menjadi hal yang sangat penting mengingat kerja menafsirkan diharapkan mampu mengungkap makna yang disampaikan Alquran serta mampu dipahami oleh pembaca sehingga kehidayahan Alquran akan dapat dirasakan manfaatnya dari peran dari mufassir.
Seperti disebutkan di atas yang menegaskan bahwa kaidah penafsiran sebagai ketentuan penting dan utama, maka ia menjadi pedoman inti bagi siapa saja yang berusaha melakukan discovery keilmuan al-Qur’an. Ia menjadi pijakkan teoritis yang membantu dan mendampingi para mufassir melakukan aktifitas tafsir. Karena bagaimana pun juga, kehadiran kaidah-kaidah penafsiran ini menjadi hal yang tidak boleh diabaikan mengingat objek yang menjadi kajian merupakan kalam suci yang harus dijaga sakralitasnya dengan tidak mengganggapnya sebagai teks biasa yang menurut sebagian orang bisa ditafsirkan sebagaimana teks-teks pada umumnya. Syarat-syarat inilah yang akan menjaga mufasir dari kesalahan dan membentenginya dari komentar-komentar bodoh.
Referensi:
Haririe, dkk. (2024). Antologi Artikel Ilmiah: Pengantar Studi Naskah Tafsir. Kaidah-kaidah dalam penafsiran al-Quran (qowaid tafsir): Definisi, Urgensi, Ragam dan Aplikasi. Purwakarta: Taqaddum Press. H. 193-197