Tafsir Maudhu’i menjadi salah satu objek perbincangan yang masih populer dalam beberapa waktu belakangan ini, terutama dalam kurun waktu dua dekade terakhir abad ke-20 M. Banyak dari kalangan pakar ‘Ulum al-Qur’an dan kalangan dari bidang keilmuan lainnya yang memberikan tanggapan dan menyumbangkan beberapa pemikiran terkait dengan tema ini. Benih-benih tafsir maudhu’i telah ada sejak zaman Rasulallah Saw, namun ia baru berkembang sebagai sebuah metode yang sistematis itu jauh setelah masa beliau.[1]
Beberapa referensi menyebutkan bahwa orang yang pertama kali menulis tafsir dengan menggunakan metode maudhu’i adalah Muhammad Mahmud Hijazy (w. 1391 H) dengan karyanya yang berjudul al-Wihdat al-Maudhu’iyyah fi al Quran al-Karim. [2] Karya dengan metode maudhui ini kemudian banyak bermunculan, seperti al-Yahud Fi al-Quran karya Muhammad ‘Izzah, al-Mar’ah fi al-Quran karya ‘Abbas Mahmud, Zhahiratu al Nifaq fi al-Quran karya ‘Abdurrahman Habnakah dan lain sebagainya.
Kemudian, Abdul Hayy Al-Farmawi menulis dalam catatanya selaku pelopor dari metode tafsir ini adalah Muhammad Abduh, kemudian ide pokoknya tersebut diberikan oleh Mahmud Syaltut, yang kemudian dikenalkan secara konkret oleh Sayyid Ahmad Kamal Al-Kumy. Dalam perkembangannya Ahmad Sayyid al Kummi menjadikan tafsir maudhu’i sebagai materi matakuliah di Fakultas Ushuluddin Al-Azhar University, Cairo. Metode ini kemudian semakin berkembang luas dan pada akhirnya menemukan bentuknya setelah al-Farmawi, yang juga selaku guru besar pada Fakultas Ushuluddin Al-Azhar menerbitkan karyanya yang berjudul Al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudlui. [3]
Definisi Tafsir Maudhu’i
Definisi Tafsir maudhu’i ini, setidaknya bisa kita lihat dari dua sudut pandang yaitu pertama, definisi tafsir maudhu’i sebagai sebuah metode yaitu suatu metode dalam manafsirkan Alqur’an dengan cara mengumpulkan ayat-ayat yang mempunyai tema atau topik pembahsan dan juga tujuan yang sama lalu menafsirkannya dengan terperinci seperti yang ada pada kaidah tafsir tahlili, menjelaskan maknanya dan mengistimbatkan hukum-hukum didalamnya.
Kedua, definisi tafsir maudhu’i sebagai suatu ilmu yaitu ilmu yang didalamnya mencangkup atau membahas tema-tema tertentu yang tampak dan menjadikanya sebagai dasar dalam menjelaskan metode penafsiran Alqur’an berdasarkan kaidah dan syarat-syarat yang sesuai agar penafsiran tersebut selamat dan sampai kepada tujuanya yaitu menjadi hidayah. [4]
Langkah-langkah Tafsir Maudhu’i
Terkait hal ini, kita akan mengetahui langkah-langkah operasional yang ditawarkan oleh para ulama terkait penerapan tafsir maudhu’i sebagai berikut:
Pertama, langkah operasional tafsir maudhu’i versi Al Farmawy
- Menetapkan masalah yang akan dibahas.
- Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut.
- Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya, disertai pengetahuan tentang asbâb nuzûl nya.
- Memahami korelasi ayat-ayat tersebut dalam suratnya masing-masing.
- Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna (outline).
- Melengkapi pembahasan dengan hadits-hadits yang relevan dengan pokok bahasan.
- Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan menghimpun seluruh ayat-ayatnya yang memiliki pengertian yang sama atau mengkompromikan antara ayat yang ám (umum) dan khâsh (khusus); muthlaq (tidak terikat) dan muqayyad (terikat); atau ayat yang secara lahirnya terkesan bertentangan, sehingga semuanya bertemu dalam satu pusat tanpa perbedaan dan pemaksaan.[5]
Kedua, langkah operarasional tafsir maudhu’i versi abd al- Sattar
- Memiliki pengetahuan yang mendalam terkait makna at-tafsîr al-madhûî al-khâsh yang dikehendaki penafsir dalam mengoprasikan metodenya
- Menentukan tema tertentu dalam al-Quran dengan penentuan yang cermat
- Memilih judul dari lafazh-lafazh al-Quran yang selaras dengan tema kajian
- Mengumpulkan ayat-ayat al-Quran yang berkaitan langsung dengan tema yang diusung
- Mengurutkannya sesuai dengan makki madani dan berdasarkan urutan masa turunnya ayat sebisa mungkin
- Memahami ayat dengan merujuk kepada penafsiranya, mengetahui hal ihwal terkait sebab-sebab turunnya ayat, graduasi pensyariatan, naskh, umum dan khusus serta pengetahuan yang lainnya yang menunjang pemaknaan terhadap ayat yang dimaksud
- Membagi tema kajian pada pembahasan yang menjadi pokok yang saling berkaitan, mana ayat yang menjadi pokok dan mana yang menjadi turunannya sehingga.[6]
Munculnya Tafsir Maudhu’i ini erat kaitannya dengan adanya kebutuhan deposit 10 ribu terhadap produk penafsiran dengan frame kesatuan tema, selain itu tafsir maudhu’i juga merupakan suatu upaya untuk menyibak keajaiban-keajaiban Al-Qur’an dan kaitannya dengan ihtiyajat al-ashr (kebutuhan kekinian). Itulah sekilas mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Tafsir Maudhu’i. Wallahu A’lam bish Shawab.
Daftar Pustaka
Abd al- Hay Al Farmawy, 1977. Al-Bidayah fi al-Tafsir al- Maudhu’i. (Kairo: al-Hadharah al-‘Arabiyyah)
Abd al-Sattar, 1991. Al- Madkhal ila al-Tafsir al-Maudhu’i. (Kaior: Dar al-Tanwir wa al-Nasyr al-Islamiyyah)
Al-Lauh, ‘Abdu al-Salam Hamdan, 2004. Wafaqat ma’a Nazhariyat al-Tafsir al-Maudhu’i¸ (Majalah al-Jami’ah al-Islamiyyah al-Dirasat al-Insaniyyah)
Saamir Abdurrahman Risywani, 2009. Manhaju At-Tafsir Al-Maudhu’iy Lil Qur’an, (Suriah: Dar Al-Multaqy)
Zulheldi, Z. (2015). TAFSIR MAUDHU’I (TAFSIR TEMATIK). JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN IAIN IB PADANG, 5(1).
[1] Zulheldi, Z. (2015). TAFSIR MAUDHU’I (TAFSIR TEMATIK). JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN IAIN IB PADANG, 5(1).
[2] Al-Lauh, ‘Abdu al-Salam Hamdan, 2004. Wafaqat ma’a Nazhariyat al-Tafsir al-Maudhu’i¸ (Majalah al-Jami’ah al-Islamiyyah al-Dirasat al-Insaniyyah)
[3] Abd al- Hay Al Farmawy, 1977. Al-Bidayah fi al-Tafsir al- Maudhu’i. (Kairo: al-Hadharah al-‘Arabiyyah)
[4] Saamir Abdurrahman Risywani, 2009. Manhaju At-Tafsir Al-Maudhu’iy Lil Qur’an, (Suriah: Dar Al-Multaqy)
[5] Abd al- Hay Al Farmawy, 1977. Al-Bidayah fi al-Tafsir al- Maudhu’i. (Kairo: al-Hadharah al-‘Arabiyyah)
[6] Abd al-Sattar, 1991. Al- Madkhal ila al-Tafsir al-Maudhu’i. (Kaior: Dar al-Tanwir wa al-Nasyr al-Islamiyyah)